Lola menghela napas.
Lagi..
Lagi..
Dan lagi..
Pengecut!
Kamar. 5 AM
Lola bangun dengan perasaan ringan, senyuman terukir indah di wajahnya. Dia bermimpi indah. Tentu saja ! Hari-hari yang tadinya kosong dan dipenuhi dengan tangisan, sekarang sudah diisi oleh dua lelaki yang saling berebut mencuri perhatiannya.
Lola tidak lagi merasa kesepian. Lola tidak sendiri.
Kampus. 9 AM
“Berhenti senyam-senyum sendiri, deh !”
Kata-kata itu sering Lola dengar dari temannya. Memang, sekarang ia sering tiba-tiba tersenyum dan tertawa kecil tanpa alasan. Senyuman masih terus terukir di wajahnya.
Kamar. 5 PM
Lola takut. Sudah sebulan ini mereka terus melimpahkan perhatiannya untuk Lola. Lola takut. Ya Tuhan, jangan biarkan Lola mengambil keputusan yang salah..lagi…
Kamar. 8 PM
Satu persatu lelaki itu mulai meminta kejelasan dari Lola. Lola takut. Lola tidak tahu. Lola bingung.
Kamar. On the phone. 9 PM
“ Lola, gue tau kalo lo masih takut mengambil keputusan. Gue tau kalo lo takut, lebih tepatnya trauma akan komitmen.. Tapi itu gak boleh, Lola… Mau gimana pun he’s gone, dan lo masih harus menjalani kelanjutan hidup lo. Lo takut salah ambil keputusan lagi, that’s why I’m here, untuk membantu lo untuk engga salah langkah lagi. Jadiin kesalahan-kesalahan lo yang sebelumnya untuk jadi sebuah pelajar, jangan jadiin itu sebuah trauma,Lola.. Lihat saja, akan terlihat yang mana yang cuma mau manfaatin lo dan yang mana yang tulus. Akan terlihat yang mana yang berdasarkan cinta dan mana yang berdasarkan nafsu. Akan terlihat yang mana yang nerima lo apa adanya dan mana yang hanya melihat cover-mu.. Sabar ya,Lola.. I trust you. You know what you want. You know what you need. If it’s the time for you, then it is…“
---
Lola diam. Telepon masih Lola genggam. Belum ada nomor yang Lola tekan.
Kamar. 5 AM
Ah. Rutinitas ini lagi. Lola capek.
Kampus. 9 AM
Lola bengong. Masih memandang layar telepon genggamnya. Bawel sekali orang-orang ini, tidak bisakah mereka semua diam.
Lola menekan tombol delete dan mengacuhkan tombol reply.
Lola bengong. Semua yang dosen terangkan tidak ada yang menyangkut di otaknya. Sialan!
Kamar. 5 PM
Pria pertama bingung. Tidak ada kejelasan dari Lola. Bagaimana bisa memberi kejelasan, Lola sendiri bingung.
Kamar. 6 PM
Pria pertama bingung. Dia merasa kalah. Dia menyalahkan dirinya,terus menyalahkan dirinya. Dia pasrah. Dia mundur.
Lola menghela napas. Lalu tersenyum kecut.
Kamar. 7 PM
Pria kedua bingung. Tidak ada kejelasan dari Lola. Bagaimana bisa memberi kejelasan, Lola sendiri bingung.
Kamar. 8 PM
Pria kedua bingung. Dia merasa kalah. Dia memaki-maki di status jejaringan sosial miliknya. Dia memperlihatkan kelabilan emosinya. Dia mundur.
Lola menghela napas. Lalu tersenyum kecut.
Kamar. On the phone. 9 PM
“Mereka mundur. Mereka bukan untukmu, Lola.. “
Lola terdiam .
-----. 10 PM
Apa Lola tidak tahu apa yang ia mau ?
Mungkin Lola tahu apa yang dia mau. She doesn’t want those.
Ada saatnya suatu keoptimisan itu akan mengubah segala jawaban Lola, begitu juga kepesimisan, ya kan?
Ada saatnya suatu keangkuhan dan emosi itu akan mengubah segala jawaban Lola, begitu juga dengan terlihatnya bahwa emosi itu keluar dengan gampangnya, tanpa diskusi dengan otak, ya kan ?
Lola tahu dia jahat. Tapi mau bagaimana lagi..
Lola sudah tahu rasanya dimanfaatkan.
Lola sudah tahu rasanya terus mengalah.
Lola ahli dalam hal menyembunyikan tangis dengan senyuman.
Lola tahu rasanya hampir gila.
Lola tahu rasanya hampir melukai diri sendiri.
Lola takut. Lola gak mau seperti itu lagi. Lola capek…
Sekarang Lola tahu apa yang dia mau. Benar-benar tahu yang mana yang dia mau. Lola hanya ingin bahagia, mengubur semua trauma buruk yang masih berada di otaknya. Jika bersikap egois menjadi satu-satunya jalan yang bisa menuju ke kebahagiaan…
Lola menghela napas.
Lola siap mengambil keputusan.
♥ Sebuah Fiksimini ♥
"Aku taruhan aku pasti kalah!" | "pesimis sekali kamu.." | "bukan, aku optimis bisa berpura-pura kalah.."
(know what I’m saying?..)